Paling  sedikitnya ada tiga ajaran Islam yang memberikan implikasi kepada  astronomi. Pertama-tama umat Islam diwajibkan melaksanakan shalat lima  waktu setiap hari-saat matahari terbenam, malam hari, fajar, tepat  setelah tengah hari, dan sore hari. 
Pada  masa-masa sebelum ditemukannya jam dan alarm, penentu waktu tidak  begitu mudah dilakukan. Satu-satunya cara untuk memastikan kapan saatnya  melaksanakan shalat adalah mengamati sudut matahari atau  bintang-bintang di langit. Dan jika dianggap sangat penting untuk  melaksanakan shalat pada saat yang tepat, maka semakin akurat  perhitungan yang dilakukan semakin baik. 
Perlu  upaya yang diselenggarakan secara bersama oleh para ahli astronomi  untuk melakukan perhitungan ini dalam cara sedemikian rupa sehingga  waktu shalat yang telah ditentukan tidak lewat dari seharusnya.
Sebagai  contoh, metode matematika untuk menentukan waktu di malam hari adalah  dengan menentukan sisi atau sudut yang tidak diketahui pada segitiga  besar antara bumi dan langit, dari sisi dan sudut yang telah diketahui.  Di salah satu sudut segitiga itu adalah letak titik bintang tertentu. Di  sudut lainnya adalah kutub langit utara-titik di langit yang  dikelilingi bintang-bintang yang berotasi. 
Sudut  ketiga adalah zenith, titik tertinggi yang bisa dicapai bintang yang  muncul di malam hari. Upaya itu mendorong berkembangnya perhitungan  astronimi dan matematika triginimetri yang terkait ke tingkat  yang  lebih tinggi. Upaya itu juga membantu terciptanya temuan-temuan dalam  astrolab, lat untuk menghitung sudut yang dikembangkan di Yunani.  Setelah melakukan beberapa modifikasi yang sesuai, mementukan waktu di  malam yang penuh bintang menjadi lebih mudah.
(sumber: http://dayat99artikel.blogspot.com) 

